Senin, 09 April 2018

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIMEDIA

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIMEDIA

Oleh: Sinta Rosanti


http://www.embien.com
A.              Pembelajaran
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang diantaranya pada Bab I Pasal I menjelaskan bahwa (1) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (2)  Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Belajar sering diartikan sebagai penambahan pengetahuan. Pengertian ini masih banyak dianut di sekolah. Guru yang menerapkan pengertian ini dalam pembelajarannya akan berusaha memberikan ilmu sebanyak-banyaknya kepada peserta didik; bahkan seringkali belajar disamakan dengan menghafal (Panen: 2004). Hal senada juga diungkapkan Sanjaya (2006) bahwa salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan adalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi; otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pemahaman seorang guru terhadap pengertian pembelajaran akan memengaruhi cara guru tersebut mengajar (Surya: 2004).
Schunk (2009:2) mengungkapkan pengertian belajar sebagai berikut: learning is an enduring change in behavior, or in the capacity to behave in a given fashion, which results from practice or other forms of experience. Yakni, belajar adalah perubahan yang menetap dalam perilaku, atau dalam kapasitas untuk berperilaku dengan cara tertentu, yang dihasilkan dari praktek atau bentuk lain dari pengalaman. Hal senada juga diungkapkan oleh Gagne dalam Panen (2004) mengungkapkan pengertian belajar, yakni learning is a change in human disposition or capability that persists over a period of time and is not simply ascribable to processes. Belajar adalah suatu perubahan dalam kemampuan yang bertahan lama dan bukan berasal dari proses pertumbuhan. Pun, kedua pengertian ini senada dengan pengertian belajar yang dikemukakan Bower dan Hilgard dalam Panen (2004) yaitu bahwa:
 “Learning refers to the change in a subject’s behavior or behavior potential to a given situation brought about by the subject’s repeated experiences in that situation, provided that the behavior change cannot be explained on the basis of the subject’s native response tendencies, maturation, or temporary states (such as fatigue, drunkenness, drives, and so on).”

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar mengacu pada perubahan perilaku atau potensi individu sebagai hasil dari pengalaman dan perubahan tersebut tidak disebabkan oleh insting, kematangan atau kelelahan dan kebiasaan. Dengan demikian, seperti yang diungkapkan Panen (2004), belajar tidak hanya berkenaan dengan jumlah pengetahuan tetapi juga meliputi seluruh kemampuan individu (baca: peserta didik). Kedua pengertian terakhir tersebut memusatkan perhatian pada tiga hal, yaitu:
1.   Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek kognitif (pengetahuan) saja tetapi juga meliputi aspek psikomotor (keterampilan) dan afektif (sikap dan nilai).
2.     Perubahan itu harus merupakan buah dari pengalaman. Perubahan perilaku yang terjadi pada diri individu karena adanya interaksi antara dirinya dengan lingkungan. Pun, perubahan kemampuan tersebut dapat diperoleh melalui interaksi psikis.
3.  Perubahan tersebut relatif menetap. Perubahan perilaku akibat obat-obatan, minuman keras, dan yang lainnya tidak dapat dikategorikan sebagai perilaku hasil belajar. Seorang atlit yang dapat melakukan lompat galah melebihi rekor orang lain karena minum obat tidak dapat dikategorikan sebagai hasil belajar. Perubahan tersebut tidak bersifat menetap.
Istilah pembelajaran –yang sebelumnya disebut proses belajar mengajar dan pengajaran –merupakan istilah baru yang digunakan untuk menunjukkan kegiatan guru dan peserta didik. Istilah pembelajaran merupakan padanan dari bahasa Inggris yaitu “instruction”. Menurut Gagne, Briggs, dan Wager dalam Panen (2004), pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada peserta didik. Instruction is a set of events that affect learners in such a way that learning is facilitated. Dengan demikian, menurut Gagne dalam Sanjaya (2008) pengajaran atau teaching merupakan bagian dari pembelajaran (instruction), dimana peran guru lebih ditekankan kepada bagaimana merancang atau mengaransemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan peserta didik dalam mempelajari sesuatu. Lebih lengkap Gagne mengungkapkan:
“Why do we speak of instruction rather than teaching? It is because we wish to describe all of the events that may have a direct effect on the learning of a human being, not just those set in motion by individual who is a teacher. Instruction may include events that generated by a page of print, by a picture, by a television program, or by combination of physical objects, among other things. Of course, a teacher may play an essential role in the arrangement of any these events.

Dengan demikian, Pembelajaran (Sanjaya:2008) adalah proses yang kompleks. Pembelajaran bukan hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi suatu proses pembentukan perilaku siswa. Juga, pembelajaran adalah proses yang bertujuan. Sesederhana apapun proses pembelajaran yang dibangun oleh guru, proses tersebut diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan pembelajaran pada hakekatnya adalah perubahan perilaku peserta didik baik perubahan perilaku dalam bidang kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pengembangan perilaku dalam bidang kognitif adalah pengembangan intelektual peserta didik, misalnya kemampuan penambahan wawasan dan penambahan informasi agar pengetahuan peserta didik lebih baik. Pengembangan perilaku dalam bidang afektif adalah pengembangan sikap peserta didik baik pengembangan sikap dalam arti sempit maupun luas. Pengembangan sikap dalam arti yang sempit adalah sikap peserta didik terhadap bahan dan proses pembelajaran; sedangkan pengembangan sikap dalam arti yang luas adalah pengembangan sikap sesuai dengan norma-norma masyarakat. Pengembangan keterampilan adalah pengembangan kemampuan motoric baik motorik kasar maupun halus. Motorik kasar adalah keterampilan menggunakan otot, misalnya keterampilan menggunakan alat tertentu; sedangkan keterampilan motorik halus adalah keterampilan menggunakan potensi otak, misalnya keterampilan memecahkan suatu persoalan.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tugas utama seorang guru adalah menyelenggarakan kegiatan pembelajaran dengan efektif dan efisien; guru harus mengetahui hakikat kegiatan belajar, mengajar, dan strategi pembelajaran. Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan bergantung pada kepandaian guru dalam menggunakan metode, teknik, dan taktik pembelajaran.

B.                Multimedia Pembelajaran   
Perkembangan media pembelajaran dipengaruhi oleh konsep mengajar dan konsep belajar itu sendiri. Konsep lama mengajar dianggap sebagai proses penyampaian materi pelajaran dari guru/pengajar pada sekelompok peserta didik. Menyampaikan materi pelajaran dengan hanya mengandalkan bahasa verbal tidak selamanya berjalan dengan efektif. Dengan hanya mengandalkan bahasa sebagai media utama, bisa terjadi peserta didik salah dalam menangkap informasi, dengan kata lain, peserta didik akan terbatas atau tidak akan optimal dalam memahami informasi yang disampaikan guru. Maka perkembangan selanjutnya media difungsikan sebagai alat bantu penyampaian pesan yang kemudian dikenal dengan teaching aid. Pada konsep ini media berfungsi untuk memudahkan guru menyampaikan materi pelajaran (Sanjaya, 2012).
Selanjutnya, Sanjaya (2012) mengungkapkan bahwa multimedia lahir seiring dengan perkembangan media itu sendiri, yakni setelah munculnya perhatian terhadap peserta didik sebagai subjek belajar. Pada masa ini proses pembelajaran dianggap sebagai suatu sistem, yang terdiri atas komponen-komponen yang saling berkaitan satu sama lain. Salah satu komponen itu adalah peserta didik sebagai subjek belajar yang dapat memengaruhi keberhasilan pembelajaran. Peserta didik adalah titik sentral dalam kegiatan pembelajaran, sehingga apa yang dilakukan guru diarahkan untuk keberhasilan peserta didik. Pada kenyataannya peserta didik adalah organisme yang unik yang memiliki minat, bakat, serta kemampuan dan gaya belajar yang berbeda. Ada peserta didik yang memiliki tipe auditif,  dan visual. Untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran setiap guru harus dapat melayani perbedaan tersebut. Hal senada juga diungkapkan Darmawan (2014) bahwa pembelajaran multimedia pada dasarnya merupakan pembelajaran yang diharapkan mampu memberdayakan semua aktivitas otak selama peserta didik melakukan aktivitas. Dengan demikian, muncullah pembelajaran dengan menggunakan berbagai jenis media yang kemudian dikenal dengan multimedia.
Multimedia –sebagaimana yang diungkapkan Galbreath dalam Schunk (2009:315) – mengacu pada teknologi yang menggabungkan kemampuan berbagai media seperti komputer, film, video, suara, musik, dan teks. Sementara itu, Merill (1995:204) mengungkapkan bahwa multimedia merupakan penggabungan antara beberapa jenis media, seperti teks, grafik, suara, animasi, dan video gerak, menjadi sebuah aplikasi pembelajaran yang berada di bawah kontrol komputer. Hal senada juga diungkapkan Sanjaya (2012) bahwa multimedia dapat diartikan sebagai penggunaan komputer untuk menyajikan dan menggabungkan teks, suara, gambar, animasi, dan video dengan alat bantu (tool) dan koneksi (link) sehingga pengguna dapat melakukan navigasi, berinteraksi, berkarya, dan berkomunikasi sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dan ditentukan terlebih dahulu. Dengan demikian, guru tidak lagi menyajikan materi pelajaran dengan berbagai alat seperti slide, audio, video dan lain sebagainya, namun cukup menggunakan satu alat yakni komputer. Melalui komputer itulah semua yang diperlukan dapat digabungkan menjadi satu.
Gambar 1.1: Tujuan sebagai fokus (Sanjaya, 2012)
Pemaparan tentang multimedia pembelajaran diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam proses pembelajaran melalui multimedia, peserta didik belajar tidak hanya dari satu jenis media, akan tetapi dari berbagai media secara bersamaan atau satu kesatuan yang dirancang secara utuh. Multimedia dapat dirancang dalam komputer itu sendiri sehingga multimedia digunakan bukan hanya sebagai alat bantu mengajar akan tetapi berfungsi sebagai sumber belajar yang dapat dimanfaatkan peserta didik untuk mempelajari sesuatu secara mandiri.

C.              Multimedia Interaktif
Sanjaya (2012) mengungkapkan bahwa multimedia dapat dibagi menjadi dua, yakni multimedia linier dan multimedia interaktif. Multimedia linier adalah multimedia yang bersifat sekuensial atau berurutan, setiap peserta didik atau pemakai multimedia ini menggunakannya sesuai dengan urutan setahap demi setahap sesaui dengan pengemasan materi yang ditentukan. Peserta didik belajar berdasarkan bagian-bagian yang didesain sedemikian rupa secara berurutan dengan waktu yang telah ditentukan. Sementara itu, multimedia interaktif adalah multimedia yang tidak bersifat linier, namun peserta didik memiliki pilihan sesuai dengan menu yang ditawarkan. Dalam mempelajarai satu topik bahasan peserta didik dapat memilih mana yang akan dipelajari lebih dahulu. Dengan demikian, cirri khas dari multimedia interaktif adalah adanya semacam pengontrol yang biasa disebut dengan graphical user interface (GUI), yang bisa berupa icon, button, scroll, atau yang lainnya. Setiap GUI tersebut dapat dioperasikan oleh siswa (user) untuk mencari informasi yang diinginkan.
Gambar 1.2: Multimedia Linear (Sanjaya, 2012)

Gambar 1.3: Multimedia Interaktif (Sanjaya, 2012)
Hal senada diungkapkan Warsita (2008:154) bahwa Multimedia Pembelajaran Interaktif dapat didefinisikan sebagai kombinasi dari berbagai media yang dikemas (diprogram) secara terpadu dan interaktif untuk menyajikan pesan pembelajaran tertentu. Dengan demikian, Multimedia Interaktif dapat diartikan sebagai kumpulan media yang terdiri dari banyak komponen/media yang saling terintegrasi yang mampu berinteraksi dengan penggunaannya.
Selanjutnya, Sanjaya (2012) mengungkapkan beberapa kriteria untuk menilai sebuah media interaktif diantaranya adalah:
1)   Kesederhanaan, yakni program multimedia harus dirancang agar dapat digunakan oleh siapa saja dengan tidak memerlukan belajar terlebih dahulu tentang komputer dan pengguna multimedia harus merasa mudah dalam mengoperasikannya.
2)   Kelengkapan bahan pembelajaran, yakni multimedia yang dikembangkan memiliki kandungan yang cukup tentang materi pelajaran sehingga dapat memenuhi kebutuhan peserta didik mengenai pengetahuan yang ingin diperolehnya.
3)  Komunikatif, yakni baik bahasa maupun format penampilan harus dapat “berbicara”, harus mengajak pengguna untuk melakukan sesuatu, bukan hanya diajak mendengarkan saja.
4)   Belajar mandiri, yakni multimedia interaktif yang baik dirancang untuk dapat digunakan secara mandiri tanpa bantuan orang lain termasuk guru. Format penyajian disusun lengkap mulai dari petunjuk menggunakan, isi pelajaran, sampai pada alat evaluasi beserta kunci jawaban sehingga pengguna dapat menentukan sendiri keberhasilan penggunaannya.
5)   Belajar setahap demi setahap, yakni materi harus disusun secara unit-unit terkecil dari yang sederhana sampai ke yang kompleks, dari yang konkret ke yang abstrak.
6)   Unity multimedia, yakni pemakaian berbagai jenis media seperti audio, video, foto, film, dan sebagainya harus ditata secara serasi dan seimbang dengan tidak mengabaikan unsur artistik dan estetikanya.
7)  Kontinuitas, yakni melalui multimedia, harus dapat mendorong secara terus-menerus untuk belajar, sehingga dapat menumbuhkan minat belajar lebih lanjut. Pun, dengan multimedia, harus dapat meninggalkan bekas sehingga pada saat seseorang selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu.
                        
Lebih lanjut lagi, Sanjaya (2012) mengungkapkan bahwa multimedia interaktif dapat digunakan pada berbagai jenjang pendidikan dan berbagai bidang studi. Ada beberapa model multimedia interaktif diantaranya:
(1)   Model drill. Model ini bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret melalui penciptaan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana sebenarnya.
(2)   Model tutorial. Model ini merupakan program pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan perangkat lunak berupa program komputer yang berisi materi pelajaran. Informasi/mata pelajaran disajikan dalam unit-unit kecil kemudian disusul dengan pertanyaan. Respons siswa dianalisis oleh komputer dan umpan baliknya yang benar diberikan.
(3)  Model simulasi. Model ini bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret melalui penciptaan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana yang sebenarnya.
(4)   Model games. Model ini dikembangkan berdasarkan atas “pembelajaran menyenagkan”, dimana peserta didik akan dihadapkan pada beberapa petunjuk dan aturan permainan.
            Sementara itu, proses terciptanya multimedia interaktif bisa kita lihat dari gambar di bawah ini: 


Gambar 1.4. Proses Pembuatan Multimedia Interaktif
(https://www.google.com/search?q=gambar+produksi+multimedia)
Pada awal pengalaman belajar, salah satu diantara langkah-langkah yang harus kita tempuh adalah mengenali modalitas seseorang sebagai modalitas visual, auditorial, atau kinestetik (V-A-K). Apa yang terdapat dalam istilah-istilah tersebut, peserta didik yang visual belajar pertama-tama melalui apa yang mereka lihat, peserta didik yang auditorial melakukannya melalui apa yang mereka dengar, dan peserta didik yang kinestatik belajar melalui gerak dan sentuhan (De Porter, dkk, 1999).
            Dari uraian tadi menunjukan bahwa proses belajar dapat lebih berhasil dan menyenangkan jika dapat membuat peserta didik merasa tertarik dengan isi pembelajaran yang dikemas dengan memanfaatkan sumber-sumber media yang ada. Dalam hal ini sumber yang dimanfaatkan adalah penggunaan multimedia interaktif, dikatakan MMI  dapat menarik dalam proses pembelajaran sesuai dengan kerucut pengalaman belajar dari Edgar Dale (Dale’s Cone Of Experience) Dalam Sanjaya (2010). Kerucut pengalaman belajar dari Edgar Dale pada saat sekarang menjadi sebuah landasan secara luas oleh pakar pendidikan dalam rangka menentukan alat bantu atau media jenis apa yang bisa disesuaikan dengan peserta didik agar dapat memperoleh pengalaman belajar secara mudah. Bisa dilihat dalam gambar dibawah ini :
Gambar 1.5: Kerucut Pengalaman Belajar Dari Edgar Dale
Sumber kerucut pengalaman belajar dari Edgar Dale (dalam Sanjaya, 2010 : 200)

Dari gambar tersebut Sanjaya (2010:200) menjelaskan bahwa kerucut pengalaman belajar dari Edgar Dale memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh peserta didik dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses mendengarkan melalui bahasa. Semakin konkret peserta didik mempelajari bahan pengajaran contohnya melalui pengalaman langsung, maka semakin banyaklah pengalaman yang diperoleh peserta didik. Sebaliknya, semakin abstrak peserta didik memperoleh pengalaman contohnya hanya mengandalkan bahan verbal maka akan semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh peserta didik.
                Dari penjelasan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa pada  kerucut pengalaman belajar dari Edgar Dale menyatakan peserta didik akan lebih banyak mendapatkan pengalaman dalam proses pembelajarannya apabila bahan ajar yang disampaikan semakin konkret (nyata). Melalui MMI (Multimedia Interaktif) peserta didik akan diarahkan pada pembelajaran yang lengkap, mulai dari visual, audio, audio-visual, animasi, gambar lambang dan lainnya yang memberikan pengalaman yang lebih nyata bagi peserta didik, sehingga peserta didik dapat lebih banyak mendapatkan pengalaman belajar dan dapat lebih memahami berbagai perkembangan dan struktur pembelajaran yang disampaikan.
   Kelebihan dari multimedia interaktif ini adalah peserta didik dapat belajar secara mandiri, tidak harus bergantung pada guru/instruktur. Peserta didik dapat memulai belajar kapan saja dan mengakhiri sesuai dengan keinginannya. Namun demikian, walaupun komputer memiliki potensi yang sangat besar, sehingga dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar untuk peserta didik, pada kenyataannya di Indonesia pemanfaatannya masih jarang dilakukan baik oleh guru maupun oleh peserta didik. hal ini disebabkan pemakaian komputer khususnya pada lembaga-lembaga formal di Indonesia memiliki beberapa permasalahan diantaranya: (1) budaya belajar peserta didik yang masih rendah; (2) kemampuan dan kemauan membaca yang lemah; (3) masih banyaknya guru yang berpandangan mengajar sebatas menyampaikan materi pelajaran; (4) masih banyaknya guru memahami penggunaan komputer; dan (5) banyak sekolah yang belum memiliki fasilitas komputer dengan lengkap.


DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, Deni. 2012. Teknologi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
______________. 2013. Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi: Teori dan Aplikasi. Bandung: PT Remaja Rosda.
______________. 2014. Pengembangan E-Learning: Teori dan Desain. Bandung: PT Remaja Rosda.
______________. 2014. Inovasi Pendidikan: Pendekatan Praktek Teknologi Multimedia dan Pembelajaran Online. Bandung: PT Remaja Rosda.
Mayer, Richard E. 2009. Multimedia Learning: Prinsip-Prinsip dan Aplikasi. Alih Bahasa Teguh Wahyu Utomo. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Merrill, Paul F. et al. 1995. Computers in Education. Toronto: Allyn and Bacon.
De Porter, Bobbi, dkk. Quantum Teaching: Mempraktekkan Quantum Learning Di Ruang-Ruang Kelas (Alih Bahasa: Ary Nilandri). Bandung: Penerbit Kaifa PT Mizan Pustaka.
Panen, Paulina, dkk. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Program Studi Teknologi Pembelajaran. 2010. Pedoman Penulisan Tesis. Garut, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Rasyid, Harun & Mansur. 2009. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV Wacana Prima.
Sanjaya, Wina. 2012. Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group
____________. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group
____________ 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
____________. 2013. Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode dan Prosedur. Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group.
Schunk, Dale. H. 2009. Learning Theories: An Educational Perspective (fifth edition). New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Smaldino, Sharon E., et al. 2005. Instructional Technology and Media for Learning (8th edition). New Jersey: Pearson Prentice Hall, Inc., Upper Saddle River
Surya, Muhamad. 2004. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
______________. 2013. Psikologi Guru: Konsep dan Aplikasi (dari guru untuk guru). Bandung: Alfabeta.
______________. 2014. Membuat Karya Tulis Ilmiah (Panduan Singkat Untuk Para Guru). Bandung: Penerbit Mitra Surya.
Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya. Jakarta, Rineka Cipta.

1 komentar:

  1. Harrah's Cherokee Casino & Hotel - Dr. Majestic Casino Dr.
    Harrah's Cherokee Casino 밀양 출장마사지 & Hotel. Harrah's Cherokee, 평택 출장마사지 NC. 777 계룡 출장샵 Harrah's Rincon Way. (800) 528-3525. 여주 출장안마 Website: 정읍 출장안마 https://www.caesars.com/harrahs-cherokee.

    BalasHapus